Senin, 02 Januari 2012

Contoh Kasus Ekonomi Koperasi 6

Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri kelapa sawit di Indonesia, termasuk di Riau. Salah satunya adalah bagaimana para petani sawit dapat meningkatkan jumlah produksi TBS tanpa melakukan perusakan hutan atau deforestasi.

Dalam acara Diskusi Sehari Mendorong Petani Sawit Menerapkan Prinsip Keberlanjutan, Kamis (10/11/2011) di Balai Sudirman Pekanbaru, yang diadakan Greenpeace bersama Perkumpulan Elang, dipaparkan cara-cara bagi petani mandiri dapat meningkatkan produksi mereka tanpa harus melakukan ekspansi lahan.

Diskusi ini dihadiri petani-petani sawit dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir. Turut hadir dalam diskusi ini Kepala Bidang Perkembangan Perkebunan, Darma Yulis, selaku perwakilan dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau.

Dalam pembukaannya, Riko Kurniawan, Direktur Perkumpulan Elang mengungkapkan bahwa diskusi ini dilatarbelakangi banyaknya kerusakan yang dilakukan pelaku-pelaku industri sawit dalam melakukan peningkatan produksi melalui ekspansi lahan. Deforestasi dan pembukaan lahan gambut adalah penyumbang terbesar emisi karbon Indonesia.

“Perubahan iklim yang menjadi latar belakang pentingnya pelaku-pelaku bisnis sawit untuk melakukan perubahan. Kita harus mau bertanggung jawab dan menerapkan sistem-sistem lestari bagi aspek perkebunan kelapa sawit kita,” ujarnya.

Perkumpulan Elang sendiri memiliki petani binaan di tujuh koperasi yang ada di Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak. Perkumpulan Elang mendampingi para petani untuk meningkatkan produktifitas dan manajemen penegelolaan kebun.

“Kelompok petani mandiri di tujuh koperasi di Kecamatan Pusako Kabupaten Siak ini adalah contoh kemandirian petani. Petani telah kami dampingi untuk meningkatkan kapasitas teknis dan manajemen pengelolaan perkebunan dengan menerapkan standar-standar ramah lingkungan di kebun mereka,” tambah Riko.

Darma Yulis selaku perwakilan Dinas Perkebunan Provinsi Riau mengaku bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan ini. “Kami sendiri menyambut baik kegiatan ini. Sehingga program ini bisa lebih memasyarakat dan kita semua bisa terhindar dari isu-isu yang tidak penting,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa pemerintah juga mendukung prinsip berkelanjutan ini. Hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) oleh pemerintah.

“Kata kuncinya sustainable atau berkelanjutan. ISPO ini merupakan kebijakan pemerintah untuk mendukung konsep perkebunan kelapa sawit yang lestari,” ucapnya.

Safri, salah seorang petani sawit yang hadir mengungkapkan kekagumannya atas Kelompok Elang yang mau bekerja untuk masyarakat. Dia juga berharap agar pemerintah dapat lebih mendukung lagi.

“Saya salut dengan LSM seperti Perkumpulan Elang yang mau bekerja untuk masyarakat seperti kami. Saya juga berharap pemerintah dan Dinas Perkebunan yang diurus bukan hanya perusahaan besar , tapi kita-kita yang rakyat ini,” 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 02 Januari 2012

Contoh Kasus Ekonomi Koperasi 6

Ada beberapa tantangan yang harus dihadapi industri kelapa sawit di Indonesia, termasuk di Riau. Salah satunya adalah bagaimana para petani sawit dapat meningkatkan jumlah produksi TBS tanpa melakukan perusakan hutan atau deforestasi.

Dalam acara Diskusi Sehari Mendorong Petani Sawit Menerapkan Prinsip Keberlanjutan, Kamis (10/11/2011) di Balai Sudirman Pekanbaru, yang diadakan Greenpeace bersama Perkumpulan Elang, dipaparkan cara-cara bagi petani mandiri dapat meningkatkan produksi mereka tanpa harus melakukan ekspansi lahan.

Diskusi ini dihadiri petani-petani sawit dari empat kabupaten, yaitu Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Siak, dan Kabupaten Rokan Hilir. Turut hadir dalam diskusi ini Kepala Bidang Perkembangan Perkebunan, Darma Yulis, selaku perwakilan dari Dinas Perkebunan Provinsi Riau.

Dalam pembukaannya, Riko Kurniawan, Direktur Perkumpulan Elang mengungkapkan bahwa diskusi ini dilatarbelakangi banyaknya kerusakan yang dilakukan pelaku-pelaku industri sawit dalam melakukan peningkatan produksi melalui ekspansi lahan. Deforestasi dan pembukaan lahan gambut adalah penyumbang terbesar emisi karbon Indonesia.

“Perubahan iklim yang menjadi latar belakang pentingnya pelaku-pelaku bisnis sawit untuk melakukan perubahan. Kita harus mau bertanggung jawab dan menerapkan sistem-sistem lestari bagi aspek perkebunan kelapa sawit kita,” ujarnya.

Perkumpulan Elang sendiri memiliki petani binaan di tujuh koperasi yang ada di Kecamatan Pusako, Kabupaten Siak. Perkumpulan Elang mendampingi para petani untuk meningkatkan produktifitas dan manajemen penegelolaan kebun.

“Kelompok petani mandiri di tujuh koperasi di Kecamatan Pusako Kabupaten Siak ini adalah contoh kemandirian petani. Petani telah kami dampingi untuk meningkatkan kapasitas teknis dan manajemen pengelolaan perkebunan dengan menerapkan standar-standar ramah lingkungan di kebun mereka,” tambah Riko.

Darma Yulis selaku perwakilan Dinas Perkebunan Provinsi Riau mengaku bahwa pihaknya menyambut baik kegiatan ini. “Kami sendiri menyambut baik kegiatan ini. Sehingga program ini bisa lebih memasyarakat dan kita semua bisa terhindar dari isu-isu yang tidak penting,” katanya.

Dia juga mengatakan bahwa pemerintah juga mendukung prinsip berkelanjutan ini. Hal ini dapat dilihat dengan dibentuknya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil) oleh pemerintah.

“Kata kuncinya sustainable atau berkelanjutan. ISPO ini merupakan kebijakan pemerintah untuk mendukung konsep perkebunan kelapa sawit yang lestari,” ucapnya.

Safri, salah seorang petani sawit yang hadir mengungkapkan kekagumannya atas Kelompok Elang yang mau bekerja untuk masyarakat. Dia juga berharap agar pemerintah dapat lebih mendukung lagi.

“Saya salut dengan LSM seperti Perkumpulan Elang yang mau bekerja untuk masyarakat seperti kami. Saya juga berharap pemerintah dan Dinas Perkebunan yang diurus bukan hanya perusahaan besar , tapi kita-kita yang rakyat ini,” 







Tidak ada komentar:

Posting Komentar