Senin, 02 Januari 2012

Contoh Kasus Ekonomi Koperasi 10


Koperasi Bank Sampah, Solusi Masalah Sampah di Ibu Kota
TAHUKAH Anda, sebanyak 9 juta populasi penduduk Ibu Kota DKI Jakarta mampu menghasilkan 6.000 ton sampah setiap hari? Jika tidak dikelola dengan benar, maka bisa Anda bayangkan berapa banyak gunungan sampah tersebut dapat mengakibatkan banyak musibah seperti banjir, penyebaran penyakit, polusi dan lain-lain.
Menjawab kebutuhan tersebut, PT Unilever Indonesia Tbk melalui Yayasan Unilever Indonesia (YUI) memperkenalkan Koperasi Bank Sampah, yang baru-baru ini diresmikan kepada sejumlah media yang diundang untuk berkunjung langsung ke Koperasi Bank Sampah Delima Mandiri, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, Senin (21/2/2011).
Koperasi Bank Sampah merupakan sebuah konsep pengumpulan sampah kering, seperti karton, majalah, kaleng, dan sampah plastik yang sudah terkoordinasi dan memiliki jaringan kerja dengan para pelapak sampah di area tertentu.
“Masalah sampah yang dihadapi kota Jakarta adalah masalah kita bersama, untuk itu perlu dicari jalan keluarnya bersama-sama. Konsep Bank Sampah membantu menyadarkan masyarakat betapa sampah memiliki nilai jual yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka lebih peduli untuk mengelolanya. Mulai dari pemilahan, pengomposan, hingga menjadikan sampah sebagai barang yang dapat digunakan kembali dan bernilai ekonomis,” kata Sinta Kaniawati, General Manager Yayasan Unilever Indonesia yang ditemui di Jalan Delima III Rt 013/Rw 03 Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Awalnya, Koperasi Bank Sampah lahir dari program “Jakarta Clean and Green” pada 2007 yang dijalankan YUI bersama Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. Suatu program yang mengedukasi masyarakat mengelola sampah dengan konsep 3R (reduce, reuse, dan recycle). Dan tahun 2010, Koperasi Bank Sampah resmi dibentuk dan mempunyai badan hukum.
Memiliki tiga keuntungan yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan, dalam kurun waktu tujuh bulan saja, 10 Koperasi Bank Sampah telah berhasil mereduksi lebih dari 14 ribu kilogram sampah dan mengumpulkan pendapatan bagi masyarakat sebanyak Rp23.699.710.
“Warga sangat antusias dengan program ini. Malah mereka terbiasa berbondong-bondong menimbang sampah yang telah mereka pilah-pilah sendiri di rumah setiap Jumat. Setiap jumlah timbangan akan ditulis pada buku tabungan sampah yang mereka bawa untuk dikemudian hari ditukarkan dengan uang. Bagi warga, sampah ibarat uang yang tertunda. Sementara sampah rumah tangga seperti sayuran kami fermentasikan untuk kompos cair dan bubuk yang kami jual kembali. Sehingga setiap bulannya dari Koperasi Bank Sampah dapat menghasilkan Rp400 ribu-Rp450 ribu bersih,” ungkap Bapak Prakoso, Ketua Paguyuban Jakarta Timur.
Sementara itu, salah satu warga Malaka Sari bernama Sariem (65) merasa senang dapat membantu pemerintah mengurangi sampah.
“Meski masih baru-baru ini saja saya bergabung, tapi senang sudah dapat membantu pemerintah dalam mengurangi sampah. Kamipun tidak terbebani dan mengejar target harus mengumpulkan berkilo-kilo sampah, karena pada dasarnya hal ini hanya untuk mengurangi sampah di rumah dan lingkungan. Kami terbiasa menimbang sampah setiap Jumat pukul 09.00 hingga 11.00,” tuturnya.
Tak hanya di Jakarta Timur saja, Koperasi Bank Sampah akan diikuti oleh wilayah-wilayah lainnya.
“Kami harap dalam waktu dekat program ini dapat diikuti oleh wilayah-wilayah lain di Jakarta,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Senin, 02 Januari 2012

Contoh Kasus Ekonomi Koperasi 10


Koperasi Bank Sampah, Solusi Masalah Sampah di Ibu Kota
TAHUKAH Anda, sebanyak 9 juta populasi penduduk Ibu Kota DKI Jakarta mampu menghasilkan 6.000 ton sampah setiap hari? Jika tidak dikelola dengan benar, maka bisa Anda bayangkan berapa banyak gunungan sampah tersebut dapat mengakibatkan banyak musibah seperti banjir, penyebaran penyakit, polusi dan lain-lain.
Menjawab kebutuhan tersebut, PT Unilever Indonesia Tbk melalui Yayasan Unilever Indonesia (YUI) memperkenalkan Koperasi Bank Sampah, yang baru-baru ini diresmikan kepada sejumlah media yang diundang untuk berkunjung langsung ke Koperasi Bank Sampah Delima Mandiri, bertepatan dengan Hari Peduli Sampah Nasional, Senin (21/2/2011).
Koperasi Bank Sampah merupakan sebuah konsep pengumpulan sampah kering, seperti karton, majalah, kaleng, dan sampah plastik yang sudah terkoordinasi dan memiliki jaringan kerja dengan para pelapak sampah di area tertentu.
“Masalah sampah yang dihadapi kota Jakarta adalah masalah kita bersama, untuk itu perlu dicari jalan keluarnya bersama-sama. Konsep Bank Sampah membantu menyadarkan masyarakat betapa sampah memiliki nilai jual yang dapat menghasilkan uang, sehingga mereka lebih peduli untuk mengelolanya. Mulai dari pemilahan, pengomposan, hingga menjadikan sampah sebagai barang yang dapat digunakan kembali dan bernilai ekonomis,” kata Sinta Kaniawati, General Manager Yayasan Unilever Indonesia yang ditemui di Jalan Delima III Rt 013/Rw 03 Kelurahan Malaka Sari, Kecamatan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Awalnya, Koperasi Bank Sampah lahir dari program “Jakarta Clean and Green” pada 2007 yang dijalankan YUI bersama Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Jakarta. Suatu program yang mengedukasi masyarakat mengelola sampah dengan konsep 3R (reduce, reuse, dan recycle). Dan tahun 2010, Koperasi Bank Sampah resmi dibentuk dan mempunyai badan hukum.
Memiliki tiga keuntungan yakni ekonomi, sosial, dan lingkungan, dalam kurun waktu tujuh bulan saja, 10 Koperasi Bank Sampah telah berhasil mereduksi lebih dari 14 ribu kilogram sampah dan mengumpulkan pendapatan bagi masyarakat sebanyak Rp23.699.710.
“Warga sangat antusias dengan program ini. Malah mereka terbiasa berbondong-bondong menimbang sampah yang telah mereka pilah-pilah sendiri di rumah setiap Jumat. Setiap jumlah timbangan akan ditulis pada buku tabungan sampah yang mereka bawa untuk dikemudian hari ditukarkan dengan uang. Bagi warga, sampah ibarat uang yang tertunda. Sementara sampah rumah tangga seperti sayuran kami fermentasikan untuk kompos cair dan bubuk yang kami jual kembali. Sehingga setiap bulannya dari Koperasi Bank Sampah dapat menghasilkan Rp400 ribu-Rp450 ribu bersih,” ungkap Bapak Prakoso, Ketua Paguyuban Jakarta Timur.
Sementara itu, salah satu warga Malaka Sari bernama Sariem (65) merasa senang dapat membantu pemerintah mengurangi sampah.
“Meski masih baru-baru ini saja saya bergabung, tapi senang sudah dapat membantu pemerintah dalam mengurangi sampah. Kamipun tidak terbebani dan mengejar target harus mengumpulkan berkilo-kilo sampah, karena pada dasarnya hal ini hanya untuk mengurangi sampah di rumah dan lingkungan. Kami terbiasa menimbang sampah setiap Jumat pukul 09.00 hingga 11.00,” tuturnya.
Tak hanya di Jakarta Timur saja, Koperasi Bank Sampah akan diikuti oleh wilayah-wilayah lainnya.
“Kami harap dalam waktu dekat program ini dapat diikuti oleh wilayah-wilayah lain di Jakarta,”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar